Rabu, 09 Desember 2015

MOTIVASI DAN ENNRICHMENT

                                 Pengertian Motivasi dan Job Enrichment


A.    Pengertian Motivasi

Kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berati dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara sadar. Dari pengertian tersebut berarti pula semua teori motivasi bertolak dari prinsip utama bahwa manusia (seseorang) hanya melakukan suatu kegiatan yang menyenangkannya untuk dilakukan. Prinsip itu tidak menutup kemungkinan bahwa dalam keadaan terpaksa seseorang mungkin saja melakukan sesuatu yang tidak disukainya. (Nawawi, 2000:351).
Kast dan James (2002:398) mengemukakan bahwa motif adalah apa yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu atau sekurang-kurangnya mengembangkan suatu kecenderungan perilaku tertentu. Dorongan untuk bertindak inidapat dipicu oleh suatu rangsangan luar, atau lahir dari dalam diri orang itu sendiri dalam proses fisikologi dan pemikiran individu itu. Perbedaan motivasi niscayalah merupakan factor terpenting untuk memahami dan meramalkan perbedaan dan prilaku individual.

Robbins (2003: 2008) memberikan pengertian motivasi sebagai suatu proses yang menghasilkan suatu intensitas , arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai tujuan. Sukarno, 2002:13 mendefenisikan motivasi adalah hasrat/kemauan untuk melakukan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi. Dengan demikian, motivasi merupakan bagian integral dalam upaya mengoptimalkan pengendalian manajemen suatu organisasi.
Secara garis besar, teori motivasi dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu Teori motivasi dengan pendekatan penguat (reinforcement theory), Teori harapan (Expectetensy), Teori tujuan sebagai motivasi dan Teori kebutuhan (Need) dari Abraham Maslow
.
1.      Teori motivasi dengan pendekatan penguat (reinforcement theory)
Teori ini banyak dipergunakan dan fundamental sifatnya dalam proses belajar, dengan mempergunakan prinsip yang disebut “Hukum Ganjaran (Law Of Effect)“. Hukum itu mengatakan bahwa suatu tingkah laku yang mendapat ganjaran menyenagkan akan mengalami penguatan dan cenderung untuk diulangi. Misalnya memperoleh nilai baik dalam belajar mendapat pujian atau hadiah, maka cenderung untuk dipertahankan dengan mengulangi proses belajar yang pernah dilakukan. Demikian pula sebaiknya suatu tingkah laku yang tidak mandapat ganjaran, tidak akan mengalami penguatan, karena cenderung tidak diulangi, bahkan duhindari. Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa penguatan (reinforcement) pada dasarnya berarti pengulangan kegiatan karena mendapat ganjaran. Ganjaran selain berbentuk material, dapat pula bersifat non material. Ganjaran berarti juga memberi insentif. Oleh karena itu teori ini sering disebut “ teori insentif “. Disamping itu teori ini bersumber juga dari teori tingkah laku berdasarkan hubungan antara perangsang dan respons (Stimulus – Respons atau S-R Bond). Suatu perangsang yang diiringi dengan suatu 99 persyaratan, cenderung untuk diiringi dengan respon yang tetap. Dengan kata lain suatu peransang yang dikondisikan sebagai suatu persyaratan, akan mendapat respons yang sama atau respons yang diulang sehingga sering terjadi meskipun perangsangnya tidak ada tetapi persaratannya di munculkan, maka respon yang sama akan di lakukan. Sehubungan dengan itu teori ini di sebut juga teori “operasional bersyarat” Contoh sederhana dari kegiatan ini terlihat pada hewan seperti lumba-lumba, yang mendapat insentif ikan kecil untuk di makan, setiap kali berhasil melompati lingkaran api di kolamnya. Demikian juga dari percobaan Pavlov dengan seekor anjing yang di bedah kantong kelenjar air liurnya. Setiap kali di beri makan dibuat kondisi bersarat dengan menghidupkan lampu merah, dan air liurnya keluar. Setelah berulang kali di lakukan, air liurnya tetap keluar jika lampu merah dinyalakan, meskipun tanpa di beri makanan.

Implementasi teori ini di lingkungan sebuah organisasi/ perusahaan para menejer mampu mengatur cara pemberiaan insentif dalam memotivasi para pekerja, agar melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di upayakan mampu mewujudkan penguatan bagi kegiatan pelaksanaanya pekerjaan yang efektif dan efisien. Untuk itu insentif sebagai perangsang agar menghasilkan respon pelaksanaan pekerjaan yang di ulang atau bersifat penguatan, harus di berikan dengan persyaratan operasional antara lain berupa peryaratan kreativitas, produktivitas, prestasi dan lain-lain.

2.      Teori harapan (Expectetensy)
Teori ini berpegang pada prinsip yang mengatakan : terhadap hubungan yang erat antara pengertian seorang mengenai suatu 100 tingkah laku, degan hasil yang ingin di perolehnya sebagai harapan. Dengan demikian berarti juga harapan merupakan energi penggerak untuk melakukan suatu kegiatan yang karena terarah untuk mencapai suatu kegiatan, yang karena terarah untuk mencapai suatu yang di inginkan di sebut “usaha”. Usaha di lingkungan para pekerja dilakukan berupa kegiatan yang di sebut bekerja, pada dasarnya di dorong oleh harapan tertentu. Usaha yang dapat di lakukan pekerja sebagai individu di pengaruhi oleh jenis dan kualitas kemampuan yang di milikinya, yang di wujudkan berupa keterampilan/keahlian dalam bekerja. Berdasarkan hal tadi akan memperoleh hasil, yang sesuai dengan harapan akan dirasakan sebagai ganjaran yang memberikan rasa kepuasan.
Implementasinya di lingkungan sebuah perusahan dapat di lakukan sebagi berikut:

a.       Manejer perlu membantu para pekerja memahami tugastugas/ pekerjaanya, di hubungkan dengan kemampuan atau jenis dan kualitas keterampilan/keahlian yang di milikinya.
b.      Berdasarkan pengertian itu, manejer perlu membantu para pekerja agar memiliki harapan yang realistis, yang tidak berlebihan. Harapannya tidak melampaui usaha yang dapat dilakukannya sesuai degan kemampuan yang di milikinya.
c.       Manejer perlu membantu para pekerja dalam meningkatkan keterampilan dalam bekerja, dalam meningkatkan harapanya, dan akan meningkatkan pula usahanya melalui pelaksanaan pekerjaan yang semakin efektif dan efisien.

3.      Teori tujuan sebagai motivasi
Setiap pekerja yang memahami dan menerima dan menerima tujuan organisasi/perusahan atau unit kerjanya, dan merasa sesuai 101 degan dirinya akan merasa ikut bertanggung jawab dalam mewujudkannya. Dalam keadaan seperti ini tujuan akan berfungsi sebagai motivasi dalam bekerja, yang mendorong para pekerja memilih alternatif cara bekerja yang terbaik atau yang paling efektif dan efisien.
Implementasi dari teori ini dilingkungan suatu perusahaan dapat di wujudkan sebagai berikut:

a.       Tujuan unit kerja atau tujuan organisasi merupakan fokus utama dalam bekerja. Oleh karena itu para menejer perlu memiliki kemampuan merumuskannya secara jelas dan terinci, agar mudah di pahami para pekerja. Untuk itu para menejer perlu membantu pekerja jika mengalami kesulitan memahami dan menyesuaikan diri dengan tujuan yang hendak di capai.
b.      Tujuan perusahaan menentukan tingkat intensitas pelaksanaan pekerjaan, sesuai dengan tingkat kesulitan mencapainya. Untuk itu para menejer perlu merumuskan tujuan yang bersifat menentang, sesuai dengan kemampuan pekerja yang ikut serta mewujudkannya.
c.       Tujuan yang sulit menimbulkan kegigihan dan ketekunan dalam usaha mencapainya, melebihi dari tujuan yang mudah mencapainya. Untuk itu para menejer perlu menghargai para pekerja yang berhasil mewujudkan tujuan unit kerja atau perusahaan yang sulit mencapainya.
4.      Teori kebutuhan (Need) dari Abraham Maslow.


Setiap manusia memiliki kebutuhan dalam hidupnya, bahwa kebutuhan tersebut terdiri dari Kebutuhan Fisik, Kebutuhn Psikologi, dan Kebutuhan Spritual. Dalam teori ini kebutuhan di artikan sebagi kekuatan/tenaga (energi) yang menghasilkan dorongan bagi individu untuk melakukan kegiatan, agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan yang sudah terpenuhi tidak berfungsi untuk kehilangan kekuatan dalam memotivasi 94 kegiatan, sampai saat timbul kembali sebagai kebutuhan baru yang mungkin saja sama dengan sebelumnya.

Hierarki Kebutuhan Maslow Maslow dalam teorinya mengetengahkan tingkatan (herarchi) kebutuhan, yang berbeda kekuatannya dalam motivasi seorang melakukan suatu kegiatan. Dengan kata lain kebutuhan bersifat bertingkat, yang secara berurutan berbeda kekuatannya dalam memotivasi suatu kegiatan termasuk juga yang disebut bekerja. Urutan tersebut dari yang terkuat sampai yang terlemah dalam memotivasi terdiri dari kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan status/kekuasaan dan kebutuhan aktualisasi diri. (Sigit, 2003, 46). Maslow tidak mempersoalkan kebutuhan spritual, yang sebenarnya cukup penting/dominan perannya sebagai motivasi, 95 terutama dilingkungan pemeluk suatu agama/kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa. Sehubungan dengan itu Maslow mengetengahkan beberapa asumsi dari urutan atau tingkatan kebutuhan yang berbeda kekuatannya.

Dalam memotivasi para pekerja disebuah organisasi/perusahaan. Asumsi itu adalah sebagai berikut :

a.       Kebutuhan yang lebih rendah adalah yang terkuat, yang harus dipenuhi lebih dahulu. Kebutuhan itu adalah kebutuhan fisik (lapar, haus, pakaian, perumahan, dll) Dengan demikian kebutuhan yang terkuat yang memotivasi seorang bekerja adalah untuk memperoleh penghasilan, yang dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan fisik.
b.      Kebutuhan–kebutuhan dalam memotivasi tidak lama, karena setelah terpenuhi akan melemah atau kehilangan kekuatannya dalam memotivasi. Oleh karena itu usaha memotivasi dengan memenuhi kebutuhan pekerja, perlu diulang-ulang apabila kekuatannya melemah dalam mendorong para pekerja melaksanakan tugas-tugasnya.
c.       Cara yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi ternyata lebih banyak daripada untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda pada urutan yang lebih rendah misalnya untuk memenuhi kebutuhan fisik, cara satusatunya yang dapat digunakan dengan memberikan penghasilan yang memadai/mencukupi. Sedang untuk kebutuhan aktualisasi diri dapat digunakan banyak cara, yang memerlukan kreatifitas dan inisiatif para menejer.
Secara ringkas kebutuhan Maslow ialah:

1)      tidak ada kebutuhan yang terjadi bersamaan di antara kategori-kategori kebutuhan,
2)      kebutuhan dipuaskan terlebih dahulu dari yang paling bawah,
3)      kebutuhan di tingkat atas dipenuhi, jika 96 kebutuhan yang ada di tingkat bawah sudah terpuaskan,
4)      kebutuhan aktualisasi diri tidak pernah terpuaskan, selalu terus menerus untuk dipenuhi tiada henti-hentinya,
5)      kebutuhan yang belum terpuaskan menjadi pendorong atau motivasi perbuatan/perilaku.
5.      Relevansi Kepuasan Kerja dalam Organisasi
Sebenarnya ada beberapa alasan lain yang dapat menimbulkan dan mendorong kepuasan kerja (Indrawijaya.2000) yaitu :

Pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan keahlian
Pekerjaan yang menyediakan perlengkapan yang cukup
Pekerjaan yang menyediakan informasi yang cukup lengkap
Pimpinan yang lebih banyak mendorong tercapainya suatu hasil yang tidak terlalu banyak atau ketat melakukan pengawasan.
Pekerjaan yang memberikan penghasilan yang cukup memadai.
Pekerjaan yang memberikan tantangan untuk lebig mengembangkan diri.
Pekerjaan yang memberikan rasa aman dan ketenangan.
Harapan yang dikandung pegawai itu sendiri.

Kepuasan kerja berkaitan pula dengan teori motivasi salah satunya yang dikemukakan oleh Herzberg dalam Hicks dan Guliet (1996) yaitu teori motivasi hygiene, teori motivasi/pemeliharaan dan teori kedua faktor merupakan teori motivasi eksternal, karena manajer mengendalikan faktor yang menghasilkan kepuasaan atau ketidakpuasan pekerjaan. Dari penelitian Herzberg bahwa faktor hygiene yang mempengaruhi ketidakpuasan kerja dan para motivator yang mempengaruhi kepuasan kerja seperti halnya faktor hygiene membantu individu dalam menghindarkan individu merasa senang dengan ekerjaannya. Sedangkan faktor yang menyebabkan ketidakpuasan tidak secara langsung akan menimbulkan kepuasan kerja (Indrawijaya.2000).\
Job enrichment adalah memperluas rancangan tugas untuk memberi arti lebih dan memberikan kepuasan kerja dengan cara melibatkan pekerja dengan pekerjaan perencanaan, penyelenggaraan organisasi dan pengawasan pekerjaan sehingga job enrichment bertujuan untuk menambah tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, menambah hak otonomi dan wewenang merancang pekerjaan dan memperluas wawasan kerja.

B.     Job Enrichment

1.      Job enrichment
Job enrichment dapat meningkatkan otonomi seseorang dalam mengatur pekerjaannya. Misalnya seorang petugas di dalam melakukan pekerjaannya sebelum diatur oleh suatu prosedur yang ketat, di mana dia tidak di berikan wewenang atau hak untuk memilih metode yang dia anggap paling efektif, untuk memilih bahan-bahan yang di butuhkan, atau untuk mengatur pekerjaannya. Perubahan ini akan memberikan tantangan yang lebih besar bagi dia dan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan produktifitasnya.

2.      Langkah-Langkah dalam Redesign Pekerjaan Untuk Job Enrichment
A.    Menggabungkan beberapa pekerjaan menjadi satu.
·         Menjadi lebih besar
·          Lebih bervariasi
·         Kecakapan lebih luas
B.     Memberikan modul kerja untuk setiap pekerja.
C.     Memberikan kesempatan pada setiap pekerja untuk dapat bertanggung jawab.
·         Kesempatan mengatur prosedur kerja sendiri
D.    Memberikan kesempatan pekerja menghubungi kliennya sendiri secara langsung.
·         Orang – orang yang berhubungan dengan pelaksanaan kerjanya.
E.     Menciptakan sarana – sarana umpan balik.
·         Pekerja dapat memonitor koreksi diri.

3.      Pertimbangan-Pertimbangan Dalam Job Enrichment

1)      Jika pekerjaan terspesialisir dan sederhana dirancang kembali untuk memotivasi secara intrinsik pada pekerja, maka kualitas pelaksanaan kerja pekerja akan meningkat.
2)         Absensi – absensi dan perpindahan kerja akan berkurang.
3)      Dimensi inti yang berkaitan dengan motivasi intrinsik & lapangan kerja ( Hackman dan Oldham ), yaitu:
·         Keragaman ketrampilan (skill variety)
Banyaknya ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. Misalnya, seorang salesman diminta untuk memikirkan dan menggunakan cara menjual yang berbeda, display (etalase) yang berbeda, cara yang lebih baik untuk melakukan pencatatan penjualan.
·         Jati diri tugas (task identity)
Tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. Misalnya, seorang salesman diminta untuk membuat catatan tentang penjualan dan konsumen, kemudian mempunyai dan mengatur display sendiri.
·         Tugas yang penting (task significance)
Tingkat sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. Misalnya, sebuah perusahaan alat-alat rumah tangga ingin mengeluarkan produk panci baru. Para karyawan diberikan tugas untuk mencari kriteria seperti apa panci yang sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu masa kini. (tugas tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi karyawan karena hasil kerjanya nanti secara langsung akan memberi manfaat kepada pelanggan)
·         Otonomi
Tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Pekerjaan yang memberi kebebasan, ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. Misalnya, seorang manager mempercayai salah satu karyawan untuk memperebutkan tender dari klien. Karyawan tersebut menggunakan ide dan caranya sendiri untuk menarik perhatian klien . Karyawan diberi kebebasan untuk mengatur sendiri waktu kerja dan waktu istirahat.
·         Umpan balik (feed back)
Memberikan informasi kepada para pekerja tentang hasil pekerjaan sehingga para pekerja dapat segera memperbaiki kualitas dan kinerja pekerjaan. Misalnya, dalam menjual produk salesman didorong untuk mencari sendiri informasi, baik dari atasan maupun dari bagian‑bagian lain, mengenai segala hal yang berkaitan dengan jabatannya serta meminta pendapat konsumen tentang barang‑barang yang dijual, pelayanan, dll.
Jadi kondisi psikologis kritis karyawan yang muncul karena adanya dimensi utama dalam tugas akan mempengaruhi hasil kerja karyawan yang telah termotivasi secara internal. Berhasil atau tidaknya hasil kerja dalam job enrichment tergantung oleh kekuatan kayawan untuk berkembang dan berpikir positif.


Sumber : Tahir, Arifin. (2014). Buku Ajar perilaku Organisasi. Yogyakarta:DEEFPUBLISH