Kamis, 15 Desember 2016

Tugas sistem informasi psikologi "cita-cita dan yang ingin dicapai"

           Setelah lulus SMA saya sempat mengikuti SNMPTN. Saya memilih universitas padjadjaran dan universitas negri jakarta. Di universitas padjadjaran saya memilih fakultas hukum dan psikologi. Kalau di universitas negri jakarta saya memilih fakultas psikologi dan sosiologi. Sayangnya kedua itu tidak ada yang terpilih. Setelah itu di SMA saya ada jalur undangan untuk masuk universitas gunadarma. Akhirnya saya ikut mencoba dan saya mendaftar di fakultas psikologi universitas gunadarma. Sebenarnya saya inginnya masuk hukum, tetapi takdir mengarahkan kepada saya masuk psikologi. Pertama masuk fakultas psikologi, saya sangat tertarik untuk mempelajari ilmu-ilmunya. Dan cita-cita saya adalah ingin jadi psikolog anak, aminnnn.
            Tidak terasa sekarang sudah memasuki semester 7, harapan saya yaitu semoga judul PI saya bisa lanjut ke skripsi dan bisa lulus tepat waktu bareng temen-temen, aminnnnnn.

Selasa, 01 November 2016

Tugas Sistem Informasi Psikologi

 Bipolar Disorder pada Anak dan Remaja


CONTOH KASUS

Sheyna, 13 tahun, memiliki orangtua yang overprotective dan sangat menuntut supaya Sheyna mengikuti apa saja perintah yang diberikan kepadanya.

Sheyna merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara, dan hanya ia yang perempuan. Sheyna menganggap dirinya sangat bergantung pada orangtua, ditambah lagi orangtua memperlakukan Sheyna seperti anak kecil yang berusia di bawah usia dirinya.

Kedua kakak Sheyna sangat pembangkang bahkan kakak pertama Sheyna (18 tahun) pernah blak-blakan mengaku kepada orangtua mereka bahwa ia telah melakukan aktivitas seksual dengan teman di sekolah. Tentu saja, orangtua menjadi sangat marah, apalagi orangtua sangat strict terhadap isu-isu seksual. Bahkan, orangtua selalu membahas kepada Sheyna dan kedua kakak bahwa virginity itu harus dijaga hingga kelak menikah. Kondisi kakaknya ini berbanding terbalik dengan Sheyna yang sangat pasif dan penurut, serta menjadi satu-satunya anak yang dianggap “baik” oleh orangtuanya sehingga Sheyna dijuluki “Little Miss Perfect”.

Ada riwayat sakit mental di dalam keluarga Sheyna. Nenek kandung Sheyna dari pihak Ibu serta Bibi Sheyna dari pihak Ayah sama-sama menderita depresi.

Sheyna mengalami insomnia sejak ia berusia 10 tahun. Setiap malam ia mengalami kesulitan untuk tidur dan akhirnya mengganggu kegiatan belajar di sekolah. Nilai Sheyna sampai mengalami penurunan yang cukup parah, sehingga orangtua memutuskan supaya Sheyna menjalani home-schooling saja supaya Sheyna dapat mengatur waktu kapan untuk belajar. Perilaku insomnia ini dialami Sheyna pasca pertengkaran hebat di dalam keluarga, di mana kakak pertama Sheyna ternyata sampai menghamili temannya di sekolah. Pada saat itu, kondisi rumah sangat “panas”, Ayah dan Ibu selalu bertengkar setiap ada kesempatan di pagi-siang-sore-malam. Keadaan semakin memanas karena kakak pertama Sheyna sempat kabur dari rumah bersama teman yang ia hamili, sehingga memicu pertengkaran antara keluarga Sheyna dengan keluarga yang anaknya dihamili oleh kakak Sheyna tersebut. Kondisi tersebut berlangsung hingga kurang-lebih dua bulan dan sejak itu, Sheyna sulit sekali memejamkan mata seberapa pun dirinya mengantuk karena bayangan pertengkaran dan suasana memanas itu selalu menghantui Sheyna. Untuk pertama kalinya, di masa sebulan itu, Sheyna mengalami ledakan emosi yang tinggi.

Sejak saat itu, Sheyna juga semakin sering menyendiri di dalam kamar untuk menghindari pertengkaran. Bagi Sheyna, dia menjadi lebih rileks dengan berada di dalam kamar. Dia juga semakin bisa berpikir, mencari tahu, dan menganalisa segala hal yang ia senangi. Sheyna tertarik dengan politik dan memiliki pemikiran tersendiri tentang politik, misalnya ia percaya bahwa dirinya merupakan reinkarnasi dari seorang politikus Romawi di masa lalu.
Keluarga dan teman-teman Sheyna melihat Sheyna sebagai orang yang sangat rapi dan teroganisir. Sheyna senang menuliskan apapun ide-ide yang ia miliki dan menuliskan di buku diary, komputer, bahkan dinding kamarnya penuh dengan papernote yang ditempelkan secara berantakan dan berisi ide-idenya tersebut. Kebanyakan ide yang Sheyna tuliskan berisi tentang hal-hal yang selama ini dianggap tabu untuk dibicarakan di dalam keluarganya, seperti tentang dorongan seksual dan tingkat spiritualitas. Aktivitas ini semakin menjadi-jadi saat ia merasakan gairah luar biasa untuk melakukan sesuatu.

Selama proses pertengkaran di dalam keluarganya, Sheyna sempat mengalami depresi dan depresi yang ia miliki semakin menjadi-jadi karena hingga saat ini Sheyna masih menderita insomnia. Sheyna juga menderita kesulitan untuk makan dan konsentrasi. Di puncak depresinya, Sheyna akhirnya beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri. Beruntung, Ibu selalu menemukan Sheyna tepat waktu sehingga Sheyna masih bisa diselamatkan.

ANALISA KASUS

Sheyna menunjukkan simptom perilaku yang mengarah ke Bipolar I Disorder. Sheyna meyakini bahwa dirinya merupakan reinkarnasi dari politisi Romawi di masa lalu, yang menunjukkan simptop psikotis ada pada dirinya. Simptom psikotis sendiri hanya muncul pada Bipolar I Disorder. Sheyna juga menunjukkan perilaku mania dengan cara menuliskan semua ide-ide yang ia miliki di buku diary, komputer, bahkan papernote yang ditempel berantakan di dinding kamarnya. Ide-ide tersebut termasuk pula ide-ide yang sebenarnya selalu tabu untuk dibicarakan di dalam keluarga (tentang seksualitas dan spiritualitas). Perilaku ini jelas berbeda dengan kebiasaan Sheyna yang selalu rapi dan terorganisir. Kemunculan perilaku mania ini dibarengi pula dengan kemunculan perilaku depresi yang membuat Sheyna sampai beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri.

Pada kasus Sheyna, ditemukan bahwa ada riwayat genetis di dalam keluarga dekatnya yang memiliki gangguan depresi, yaitu Nenek kandung Sheyna dari pihak Ibu serta Bibi Sheyna dari pihak Ayah. Perlu ada pemeriksaan mendalam tentang apakah kasus Sheyna terkait dengan riwayat genetis di dalam keluarganya. Tetapi, kemungkinan itu tetap ada.

BD yang diderita Sheyna merupakan masalah yang perlu penanganan hingga seumur hidup karena tidak dapat dengan mudah ditentukan bahwa gejala mania dan depresi yang diderita Sheyna tidak akan lagi muncul di masa depan. Cara terbaik untuk memberikan treatment kepada Sheyna adalah dengan memberikan  pengobatan medis yang tepat serta menjalani psikoterapi. Misalnya, mengkombinasikan pemberian obat antipsychotic(seperti: Seroquel) dan mood-stabilizer (seperti: Lithium), ditambah psikoterapi (seperti: terapi regulasi emosi, anger management untuk membantu Sheyna dalam mengatasi mania dan depresi yang muncul di dirinya).

Gejala-gejala dari tahap mania bipolar disorder adalah sebagai berikut:

v  Gembira berlebihan

v  Mudah tersinggung sehingga mudah marah

v  Merasa dirinya sangat penting

v  Merasa kaya atau memiliki kemampuan lebih dibanding orang lain

v  Penuh dengan ide baru

v  Cepat berpindah dari satu ide ke ide lainnya

v  Seperti mendengar suara yang orang lain tak dapat mendengar

v  Nafsu seksual meningkat

v  Menyusun rencana yang tidak masuk akal

v  Sangat aktif dan bergerak sangat cepat

v  Berbicara sangat cepat sehingga sukar dimengerti apa yang dibicarakan

v  Menghamburkan uang

v  Membuat keputusan aneh dan tiba-tiba, namun cenderung membahayakan

v  Merasa sangat mengenal orang lain

v  Mudah melempar kritik terhadap orang lain

v  Sukar menahan diri dalam perilaku sehari-hari

v  Sulit tidur

v  Merasa sangat bersemangat, seakan-akan 1 hari tidak cukup 24 jam

Minggu, 09 Oktober 2016

Sistem Informasi Psikologi

Sistem Informasi Psikologi
·         Pengertian Sistem
Menurut Jogiyanto (1999:683)1 “Suatu sistem dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari dua atau lebih komponen atau subsistem yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan”.
Sedangkan menurut Jerry Fith Gerald (2009:2) “Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau menyelesaikan suatu sasaran tertentu”. Dalam mendefinisikan pengertian sistem, Gerald lebih menekankan pada urutan-urutan operasi di dalam sistem.
·         Pengertian Informasi
Pengertian Informasi 
Menurut Gordon (dalam Saputro, 2010), Informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam mengambil keputusan saat ini atau masa akan datang.

  Menurut George H. Bodnar (2000: 1) informasi adalah data yang diolah sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan yang tepat. 

Menurut Zulkifli Amsyah (2005) informasi adalah data yang sudah diolah ke dalam bentuk tertentu sesuai dengan keperluan pemakaian informasi tersebut.
Andri Kaniyo (2007) informasi adalah data yang sudah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi pengguna, yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat ini atau mendukung sumber informasi
·         Pengertian Sistem Informasi Psikologi
Sistem informasi psikologi adalah suatu bidang kajian ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara ilmu psikologi itu sendiri dalam kaitannya dengan penggunaan komputer dan aplikasinya dalam bidang psikologi. Salah satu contohnya yaitu penggunaa komputer dalam pembuatan software-software untuk bidang psikologi.
Misalnya saja, di perusahaan sekarang ini banyak menggunakan software tentang alat tes agar waktu yang digunakan dalam menyeleksi calon karyawan baru lebih cepat dan efisien, serta tidak membuang tenaga para penyeleksinya juga.
Selain itu, contoh lainnya adalah dalam penggunaan software dari microsoft office, dimana yang dahulunya kita harus memakai mesin ketik untuk membuat surat atau membuat tulisan kita agar lebih rapih, tapi sekarang berkat adanya computer dan system informasi maka pekerjaan kita untuk membuat surat atau tulisan yang lain lebih cepat dan bahkan lebih rapih.
Contoh lain dalam bidang psikologi yaitu penggunaan laboratorium psikologi dimana didalamnya menggunakan prinsip ilmu komputer, contohnya saja laboratorium kognitif sains yang mungkin sebentar lagi akan hadir di kampus Gunadarma.
Hubungan Psikologi dengan Sistem Informasi, lebih terkait dengan Sistem Informasi Sumber Daya Manusia
Sistem Informasi Sumber Daya Manusia (SISDM/HRIS), merupakan sebuah bentuk interseksi atau pertemuan antara bidang ilmu manajemen sumber daya manusia (MSDM) dan teknologi informasi. Sistem ini menggabungkan MSDM sebagai suatu disiplin yang utamanya mengaplikasikan bidang teknologi informasi ke dalam aktivitas-aktivitas MSDM seperti dalam hal perencanaan, dan menyusun sistem pemrosesan data dalam serangkaian langkah-langkah yang terstandarisasi dan terangkum dalam aplikasi perencanaan sumber daya perusahaan atau enterprise resource planning (ERP).
Secara keseluruhan sistem ERP bertujuan mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari aplikasi-aplikasi yang berbeda ke dalam satu system basis data yang bersifat universal. Keterkaitan dari modul kalkulasi finansial dan modul MSDM melalui satu basis data yang sama merupakan hal yang sangat penting yang membedakannya dengan bentuk aplikasi lain yang pernah dibuat sebelumnya, menjadikan aplikasi ini lebih fleksibel namun juga lebih kaku dengan aturan-aturannya.

·         Komponen dalam Sistem Informasi
Laudon (2007) menjelaskan mengenai komponen dalam sistem informasi adalah sebagai berikut:
a. Teknologi informasi. Penggunaan peralatan elektronika digital dan computer untuk menyimpan, menganalisis dan mendistribusikan informasi dalam bentuk karakter, kata-kata, bilangan ataupun gambar.
b. Sumber daya manusia. yaitu semua pihak yang terkait pada pemrosesan, penggunaan tanggung jawab dan penggunaan keluaran sistem informasi
c. Prosedur yang merupakan sekumpulan aturan yang dipakai untuk mewujudkan pemrosesan data dan pembangkitan keluaran yang dikehendaki.
·         Manfaat  Sistem Informasi dalam bidang Psikologi
Penggunaan sistem informasi dalam psikologi dimungkinkan karena banyak hal dalam dunia psikologi yang masih bisa dikelola dengan sentuhan komputerisasi. Misalnya di perusahaan sekarang ini banyak menggunakan software tentang alat tes agar waktu yang digunakan dalam menyeleksi calon karyawan baru lebih cepat dan efisien, serta tidak membuang tenaga para penyeleksinya. Atau penggunaan tes psikologi secara virtual, penggunaan teknologi eye-tracking dan yang terbaru adalah teknologi virtual reality yang memungkinkan seseorang untuk mengurangi bahkan menyembuhkan gangguan psikologis seperti ADHD, PTSD dan beragam fobia.
Sistem informasi psikologi dapat berguna untuk menunjang kegiatan psikologi, seperti tes-tes psikologi yang tidak menggunakan cara manual melainkan menggunakan teknologi yang tinggi seperti komputer.

Sumber :
 Laudon, Kenneth C dan Jane P. Laudon. 2007. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Salemba Empat
Jogiyanto,M.H. (1989). Pengenalan Komputer. Yogyakarta. Andi Offset.
Wicaksono, S (2012). Sistem informasi psikologi.
http://firmantowibowo.blogspot.co.id/2014/11/senin-06-oktober-2014-pengantar-sistem.html
Saputro, Denny. (2010). Sistem informasi pemesanan kamar pada hotel wisnu prambanan yogyakarta. Tugas Akhir. Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer AMIKOM Yogyakarta. 






Minggu, 27 Maret 2016

CBT ( Cognitive Behaviour Therapy)


1. Konsep dasar dalam CBT

CBT merupakan sejumlah terapi yang berfokus pada kognisi sebagai

mediator ketegangan dan disfungsi psikologis. CBT disebut juga dengan

istilah Cognitive Behavioral Modification merupakan salah satu terapi

modifikasi fungsi berpikir, merasa, dan bertindak dengan cara membuang

pikiran dan keyakinan buruk klien, untuk diganti dengan konstruksi pola pikir

yang lebih baik. Jadi, kunci dalam terapi ini adalah berusaha mengubah pola

pikiran yang negatif ke arah yang positif. Cognitive Behavior Therapy (CBT)

dapat digunakan dalam rangka membantu menangani masalah psikologis

seperti: depresi, kecemasan dan gangguan panik.

2. Unsur-unsur dalam CBT

Terapi Cognitive Behavior Therapy ini mendasarkan pada pokok yakni :

1) Aktivitas kognitif mempengaruhi perilaku

2) Aktivitas kognitif dapat dipantau dan diubah ubah

3) Perubahan perilaku yang dikehendaki dapat dilakukan melalui

perubahan kognitif.

3. Tujuan Therapy

Tujuan Cognitive Behavior Therapy adalah untuk mengajak klien

menentang pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan bukti-bukti

yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi.

Konselor diharapkan mampu menolong klien untuk mencari keyakinan yang

sifatnya dogmatis dalam diri klien dan secara kuat mencoba menguranginya.

4. Teknik Therapy

 Self Instructional Coping Methods (Meichenbaum)

Konsep Self Instructional Coping Methods yaitu mengganti pikiran

negatif menjadi positif.

Self instruction → untuk mengubah perilaku

Langkah-langkah dalam Self Instructional Coping Methods :

-   Mengidentifikasi stimulus yang menyebabkan stress → negative self

statement.

- Melalui modelling atau behaviour rehearsal → klien belajar self talk

untuk menetralisir negative self statement ketika situasi yang

menimbulkan stress muncul.

- Mengajarkan klien self instruction (misalnya menarik napas panjang).

- Mengajarkan klien self reinforcing setelah berhasil menguasai situasi.

 Problem – Solving Methods (Dzurilla & Golfried)

Problem solving mengandung proses perilakuan, baik overt (tampak),

atau kognitif yang menyediakan berbagai alternatif respon efektif untuk

menyelesaikan situasi problematis, dan meningkatkan kemungkinan

memilih respon-respon yang paling efektif dari berbagai alternatif

Tujuan Pelatihan : bukan untuk memberikan solusi tetapi memberikan

ketrampilan umum supaya individu memiliki kemampuan menyelesaikan

berbagai problem secara efektif.

Tahap Problem Solving

1. Orientasi Umum

- Menjelaskan dasar pikiran

- Mengarahkan pemahaman yang merupakan bagian hidupnya.

- Menekankan pada klien bahwa ia harus belajar mengenali situasi

yang terjadi dan responnya yang seharusnya tidak dimunculkan

secara otomatis

- Klien dapat bertanya

- Klien menceritakan situasi problematis yang dialami dan reaksi

yang berhubungan dengan pemikiran dan perasaannya.

2. Definisi & Formulasi Problem

- Pada mulanya klien menceritakan problem secara samar dan

abstrak (gambaran umum)

- Klien harus belajar menceritakan problem secara spesifik dan

mendetail.

- Tidak hanya menceritakan kejadian yang eksternal, tetapi juga

pikiran dan perasaan yang terlibat di dalamnya.

- Klien belajar memisahkan informasi yang tidak relevan dan

memfokuskan pada informasi yang berhubungan dengan

problemnya.

3. Membuat Alternatif

- Setelah mendefinisikan masalah dnegan tepat, klien diinstruksikan

melakukan brainstorming tentang solusi-solusi yang mungkin

dilakukan.

- Setelah klien mengidentifikasi beberapa alternatif respon penting,

ia siap membuat keputusan berkaitan dengan strategi berikutnya.

4. Mengambil Keputusan

- Membuat estimasi dari beberapa alternatif yang muncul

- Memperkirakan kemungkinan efektivitas dan konsekuensi jangka

pendek dan panjang.

- Membuat evaluasi.

5. Verifikasi

- Setelah ditemukan pemecahan masalah, dibuat pelatihan dan

diwujudkan dalam kehidupan nyata dalam tingkah lakunya.

- Terapis perlu memotivasi dan membimbing klien untuk

menerapkan tingkah laku yang dipilih.

- Mengevaluasi apa yang telah dilakukan.

5. Contoh kasus

Jakarta, CNN Indonesia -- Emily Titterington (16) memiliki fobia toilet

dan sering menahan keinginannya untuk buang air besar (BAB) sampai lebih

dari dua bulan. Karena ketakutan yang berlebihan tersebut, Emily meninggal

dunia akibat serangan jantung yang disebabkan oleh sembelit, setelah delapan

minggu tidak BAB.

Akibat terus-menerus menahan BAB, ususnya tumbuh semakin besar

sehingga rongga dadanya mendapat tekanan lebih, dan menyebabkan

pergerakan organ lainnya.

Nyawa remaja yang berasal dari Cornwall, Inggris, ini sebenarnya masih

dapat diselamatkan dengan pengobatan yang sesuai, tapi ia menolak untuk

diperiksa secara medis.

Patologist Home Office Dr Amanda Jeffery mengatakan gejalanya

berlanjut dengan kondisi yang dikenal sebagai ‘penahanan tinja’, yang

biasanya lebih sering terjadi pada anak-anak. Pemeriksaan post-mortem

mengungkapkan bahwa Emily mengalami pembesaran masif pada usus besar.

“Itu tidak seperti apa yang pernah saya lihat sebelumnya. Itu sangat

dramatis,” ujar Dr Amanda Jeffery, seperti dilansir dari laman Telegraph.

Tim pemeriksa koroner menyebutkan, Emily mengidap autisme ringan dan

menderita masalah usus, tetapi dokter tidak mampu menentukan penyebabnya.

Dokter pribadinya, Dr Alistair James, mengatakan pada beberapa waktu

menjelang kematiannya, ibunya Emily, Geraldine (59), telah berjuang untuk

membujuknya menjalani pemeriksaan medis. Dr James telah memberikan obat

pencahar tetapi tidak memeriksa perut Emily.

"Seandainya saya melakukannya (memeriksa perut Emily), kita mungkin

akan berbicara hal lain," kata Dr James. "Kematiannya bisa dihindari dengan

pengobatan yang tepat pada titik yang tepat."

Emily kolaps di rumahnya di St Austell pada 8 Februari 2013. Paramedis

telah mencoba menghidupkannya kembali, tapi kemudian Emily dinyatakan

meninggal dunia di rumah sakit. Pemeriksaan kasus kematiannya kemudian

berlanjut hingga ke pengadilan.

Paramedis Lee Taylor mengatakan mendatangi rumah keluarga Emily dua

kali pada malam kematiannya. Pada kedatangan pertama, ia menggambarkan

keadaan Emily seperti ‘tampak pucat’ dan dia mengeluh sakit antara tulang

bahunya. Namun, Emily menolak untuk pergi ke rumah sakit dan enggan

untuk diperiksa. Menurutnya, Emily mengenakan baju longgar dan ia tidak

melihat pembengkakan di perutnya.

Tak lama setelah kembali ke rumah sakit, Taylor mengatakan kembali

dihubungi oleh keluarga Emily. "Kami dialokasikan ke sebuah keadaan

darurat di rumah yang baru saja kami tinggalkan. Ketika kami tiba, ayah

Emily, James, di luar berteriak kepada kami untuk meminta bantuan, dan

mengatakan telah terjadi sesautu yang salah,” kata Taylor.

"Ketika Emily dipindahkan, saya bisa melihat perutnya kelihatan

memanjang. Tulang rusuk bawahnya terdorong keluar dari tulang

kemaluannya. Saya sangat terkejut.”

Ibunya mengatakan bahwa Emily belum pergi ke toilet selama enam

sampai delapan minggu dan itu sudah biasa terjadi. Dalam pernyataan yang

dibacakan di pengadilan, saudara ipar Emily, Brian Herbert, berkata

keluarganya telah mencoba berbagai solusi yang berbeda untuk mengatasi

kondisi usus Emily.

Sumber  
http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150702103918-255-

63804/remaja-meninggal-karena-8-minggu-tak-bab-akibat-fobia-toilet/

Roberts, Albert R & J, Gilbert. 2008.  Buku Pintar Pekerja sosial.  PT BPK

Gunung Mulia: Jakarta

Singgih D, Gunarsa. 2007. Konseling dan Psikoterapi. PT BPK Gunung

Mulia: Jakarta

Selasa, 19 Januari 2016

TUGAS PORTOFOLIO 4 : SIKAP KERJA DAN KEPUASAN KERJA

A. Sikap
Pengertian Sikap
Menurut Gibson (1997), sikap adalah perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek ataupun keadaan. Sikap lebih merupakan determinan perilaku sebab sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.
Menurut Sada (2000), sikap adalah tindakan yang akan diambil karyawan dan segala sesuatu yang harus dilakukan karyawan tersebut yang hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan.
Menurut Robbins dan Judge (2008), sikap adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenankan, terhadap objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu.
Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap adalah perasaan atau keadaan mental yang disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman sebagai respon seseorang terhadap objek, individu atau peristiwa.
1.      DETERMINAN SIKAP KERJA
Sikap kerja dapat dijadikan indikator apakah suatu pekerjaan berjalan lancar atau tidak. Jika sikap kerja dilaksanakan dengan baik, pekerjaan akan berjalan lancar. Jika tidak berarti akan mengalami kesulitan. Tetapi, bukan berarti adanya kesulitan karena tidak dipatuhinya sikap kerja, melainkan ada masalah lain lagi dalam hubungan antara karyawan yang akibatnya sikap kerjanya diabaikan.
a.       Menurut para tokoh :
1)      Gibson, menjelaskan sikap sebagai perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek ataupun keadaan. Sikap lebih merupakan determinan perilaku sebab, sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.
2)       Sada, adalah tindakan yang akan diambil karyawan dan segala sesuatu yang harus dilakukan karyawan tersebut yang hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan.
b.      Sikap yang positif
Kemauan untuk bekerja sama. Bekerja sama dengan orang-orang dalam suatu kelompok akan memungkinkan perusahaan dapat mencapai tujuan yang tidak mungkin dicapai oleh orang-orang secara individual. Rasa memiliki. Adanya rasa ikut memiliki karyawan 1)      terhadap perusahaan akan membuat karyawan memiliki sikap untuk ikut menjaga dan bertanggung jawab terhadap perusahaan sehingga pada akhirnya akan menimbulkan loyalitas demi tercapainya tjuan perusahaan.
2)      Hubungan antar pribadi. Karyawan yang mempunyai loyalitas karyawan tinggi mereka akan mempunyai sikap fleksibel kea rah tete hubungan antara pribadi. Hubungan antara pribadi ini meliputi : hubungan social diantara karyawan. Hubungan yang harmonis antara atasan dan karyawan, situasi kerja dan sugesti dari teman sekerja.
3)      Suka terhadap pekerjaan. Perusahaan harus dapat menghadapi kenyataan bahwa karyawannya tiap hari dating untu bekerja sama sebagai manusia seutuhnya dalam hal melakukan pekerjaan yang akan dilakukan dengan senang hati sebagai indikatornya bisa dilihat dari : kesanggupan karyawan dalam bekerja, karyawan tidak kpernah menuntut apa yang diterimanya di luar gaji pokok.
2.      PENGUKURAN SIKAP KERJA
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dengan demikian produktivitas dan hasil kerja karyawan akan meningkat secara optimal.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan pada dasarnya secara praktis dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri dan dibawa oleh setiap karyawan sejak mulai bekerja di tempat pekerjaannya, Sebagai contoh, karyawan yang sudah lama bekerja memiliki kecenderungan lebih puas dibandingkan dengan karyawan yang belum lama bekerja (Doering et al., 1983) Faktor eksentrinsik menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri karyawan, antara lain kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya dengan karyawan lain, sistem penggajian dan sebagainya.
Secara teoritis, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, locus of control , pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas kerja.
Salah satu cara untuk menentukan apakah pekerja puas dengan pekerjaannya atau tidak, ialah dengan membandingkan pekerjaan mereka dengan beberapa pekerjaan ideal tertentu (teori kesenjangan).
Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang pegawai diantaranya:
Ø isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan
Ø supervise
Ø organisasi dan manajemen
Ø kesempatan untuk maju
Ø gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif
Ø rekan kerja
Ø kondisi pekerjaan
Menurut Job Descriptive Index (JDI) faktor penyebab kepuasan kerja, pengukuran sikap/kepuasan kerja, diantaranya :
1. bekerja pada tempat yang tepat
2. pembayaran yang sesuai
3. organisasi dan manajemen
4. supervisi pada pekerjaan yang tepat
5. orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat
3.      MACAM-MACAM SIKAP KERJA
Sikap tubuh dalam bekerja terdiri dari :
1.    Sikap Kerja Duduk.
                        Sikap kerja duduk merupakan sikap kerja yang kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Duduk memerlukan lebih sedikit energi daripada berdiri karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Kegiatan bekerja sambil duduk harus dilakukan secara ergonomi sehingga dapat memberikan kenyamanan dalam bekerja.
            Sikap duduk yang keliru merupakan penyebab adanya masalah – masalah punggung. Hal ini dapat terjadi karena tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk dibandingkan dengan saat berdiri ataupun berbaring. Jika diasumsikan tekanan tersebut sekitar 100% ; maka cara duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk ke depan menyebabkan tekanan tersebut sampai 190% (Nurmianto, 2004). Sikap duduk paling baik yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap badan dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lardosa pada pinggang dan sedikit mungkin kifosa pada punggung (Suma’mur, 1989). Sikap duduk yang benar yaitu sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan bahu berada dibelakang serta bokong menyentuh belakang kursi. Selain itu, duduklah dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan penyangga kaki) dan sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang. Jaga agar kedua kaki tidak menggantung dan hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 20-30 menit. Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi, jaga bahu tetap rileks (Wasisto, 2005).
Keuntungan bekerja sambil duduk adalah sebagai berikut :
1.      Menghilangkan tumpuan berat badan pada kaki.
2.      Memungkinkan tubuh menghindari sikap yang tidak alamiah.
3.      Kurangnya penggunaan energi sehingga bisa mengurangi atau memperlambat terjadinya kelelahan.
4.      Kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah.
5.      Memberikan kestabilan lebih besar pada pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan ketepatan dan ketelitian.
6.      Memungkinkan pengoperasian alat kendali kaki dengan lebih mudah, tepat dan aman dalam posisi tubuh yang tetap baik.
Namun, kegiatan bekerja sambil duduk juga dapat menimbulkan kerugian/ masalah bila
dilakukan secara tidak ergonomis. Kerugian tersebut antara lain :
a.    Melembeknya otot – otot perut.
b.    Melengkungnya punggung.
c.    Tidak baik bagi organ dalam tubuh, khususnya pada organ pada sistem pencernaan jika posisi dilakukan secara membungkuk.

2.      Sikap Kerja Berdiri.
Selain sikap kerja duduk, sikap kerja berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan. Sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja yang posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki. Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki dan hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. Sikap kerja berdiri dapat menimbulkan keluhan subjektif dan juga kelelahan bila sikap kerja ini tidak dilakukan bergantian dengan sikap kerja duduk (Rizki, 2007).
Keuntungan dan kerugian sikap kerja berdiri :
Otot perut tidak kendor, sehingga vertebra (ruas tulang belakang) tidak rusak bila mengalami pembebanan
Kerugian: Otot kaki cepat lelah.
3.    Posisi Kerja Duduk – Berdiri
Posisi kerja duduk-berdiri yaitu posisi atau sikap kerja yang dapat dilakukan dengan berdiri atapun duduk. Posisi Duduk - Berdiri mempunyai keuntungan secara Biomekanis dimana tekanan pada tulang belakang dan pinggang 30% lebih rendah dibandingkan dengan posisi duduk maupun berdiri terus menerus.                                             
Sikap kerja lainnya antara lain :
      Mengangkat beban
Bermacam cara dalam mengangkat beban yakni dengan kepala, bahu, tangan, punggung , dll. Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian akibat gerakan yang berlebihan.
      Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan-kegiatan mengangkat dan mengangkut adalah sebagai berikkut :
a.       Beban yang diperkenakan,  jarak angkut dan intensitas pembebanan.
b.      Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan medan yang licin, kasar, naik turun dll.
c.       Keterampilan bekerja
d.      Peralatan kerja beserta keamanannya
      Cara-cara mengangkut dan mengangkat yang baik harus memenuhi 2 prinsip kinetis yaitu :
1.            Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang keluar dan sebanyak mungkin otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan
2.            Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
Penerapan :
a.       Pegangan harus tepat
b.      Lengan harus berada sedekatnya pada badan dan dalam posisi lurus
c.       Punggung harus diluruskan
d.      Dagu ditarik segera setelah kepala bisa di tegakkan lagi seperti pada permulaan gerakan
e.       Posisi kaki di buat sedemikian rupa sehingga mampu untuk mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat
f.       Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertical yang melalui pusat grafitas tubuh.
a.       Sikap kerja almiah
                        Sikap kerja almiah aadalh sikap kerja atau posisi kerja yang sesuai dengan bentuk alamiah kurva tulang belakang. Misalnya pada sikap kerja duduk yang paling baik adalah sedikit lordose pada pinggang dan sedikit kifose pada punggung. Dengan posisi seperti ini pengaruh buruk pada tulang belakang terutama pada lumbosacral dapat dikurangi. Hal ini dapat dicapai dengan penggunaan kursi dengan sandaran pinggang yang sesuai dengan bentuk anatomis alami tulang belakang.
a.       Sikap Kerja Tidak Alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka akan semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. Posisi tubuh atau sikap kerja yang tidak alamiah dan cara kerja yang tidak ergonomis dalam waktu lama dan terus menerus dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan pada pekerja antara lain :
a.       Rasa sakit pada bagian-bagian tertentu sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan seperti pada tangan, kaki, perut, punggung, pinggang dan lain-lain.
b.      Menurunnya motivasi dan kenyamanan kerja.
c.       Gangguan gerakan pada bagian tubuh tertentu (kesulitan mengerakkan kaki, tangan atau leher/kepala).
d.      Dalam waktu lama bisa terjadi perubahan bentuk tubuh (tulang miring, bongkok).

B. Kepuasan Kerja
1.      Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut Robbins (2001) kepuasan kerja didefinisikan sebagai suatu sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Definisi ini mengandung pengertian yang luas. Dengan kata lain kepuasan kerja merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan yang terbedakan dan terpisahkan satu sama lain (discrete job elements).
Howell dan Dipboye (1986) memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaan.
Selanjutnya dibahas tiga model yang mencerminkan hubungan-hubungan yang berbeda antara sikap dan motivasi untuk performance secara efektif.
Newstrom : mengemukakan bahwa “job satisfaction is the favorableness or unfavorableness with employes view their work”. Kepuasan kerja berarti perasaan mendukung atau tidak mendukung yang dialami [pegawai] dalam bekerja
Handoko : Keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
2.      Aspek-aspek dalam kepuasaan kerja
a.       Aspek Psikologis yang berhubungan dengan kejiwaandan minat, ketentraman kerja dan sikap kerja, bakat dan ketrampilan dari karyawan.
b.      Aspek social berhubungan dengan interaksi social baik antar sesame karyawan maupun antar karyawan yang berbeda jenis kerja serta hubungan dengan anggota keluarga.
c.       Aspek fisi berhungbungan dengan kondisi tubuhnya meliputi juga jenis pekerjaanya pengaturan kerja, pengaturan waktu istirahat dan keadaan ruangan, kondisi kesehatan dan umur.
d.      Aspek Finasial berhubungan dengan jaminan ddan kesejatheraan yang melipti system besaran gaji, jaminan social, tunjangan faislitas dan promosi.
3.      Dimensi-dimensi kepuasaan kerja
Nelson and Quick   (2006) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi 5 dimensi  spesifik dari pekerjaan yaitu gaji, pekerjaan itu sendiri, kesempatan promosi, supervisi dan rekan kerja.
Gaji : sejumlah upah yang diterima dan tingkat dimana hal ini bisa diangap sebagai hal yang pantas dibandingkan dengen orang lain di dalam organisasi. Karyawan 1.      memandang gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang kontribusi mereka terhadap perusahaan. 
2.      Promosi merupakan factor yang berhubungan dengan ada atau tidaknya kesempatan memperoleh peningkatan karier selama bekwerja. Kesempatan inilah yang memiliki pengaruh yang berbeda pada kepuasan kerja.
3.      Supervise merupakan kemampuan atasan untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan prilaku kepada bawahan yang mengalami permasalahan dalam pekerjaan.
4.      Rekan Kerja merupakan tungakat dimana rekan kerja yang pandai dan mendukung secara social merupakan factor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dan atsannya dan dengan pegawai lainnya baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaan.
2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Chiselli dan Brown mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja :
1. Kedudukan
2. Pangkat Kerja
3. Masalah Umur
4. Jaminan finansial dan jaminan sosial
5. Mutu Pengawasan
Harold E. Burt, mengemukakan pendapat tentang faktor-faktor yang ikut menentukan kepuasan kerja sebagai berikut :
1. Faktor hubungan antar karyawan
2. Faktor-faktor Individual
3. Faktor-faktor luar
Pendapat Gilmer (1966) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut :
a. Kesempatan untuk maju
b. Keamanan kerja
c. Gaji
d. Perusahaan dan manajemen
e. Pengawasan (Supervisi)
f. Faktor intrinsik dari pekerjaan
g. Kondisi kerja
h. Aspek sosial dalam pekerjaan
i. Komunikasi
j. Fasilitas
2.      Hubungan pelaksanaan kerja dengan kepuasaan kerja
Seorang pekerja yang masuk dan bergabung dalam suatu organisasi, institusi maupun perusahaan mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan , hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang diharapkan dapat dipenuhi di tempatnya bekerja. Kepuasan kerja ini akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dan kenyataan yang didapatkan ditempat bekerja. Persepsi pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah, status dan kebanggaan.   
Keyakinan bahwa karyawan yang terpuaskan akan lebih produktif daripada karyawan yang tak terpuaskan merupakan suatu ajaran dasar diantara para manajer selama bertahun-tahun (Robbins, 2001:26)..
Setiap karyawan memiliki keinginan untuk mengimplementasikan pengetahuan, keahlian dan pendidikan yang didapatkan sebelumnya kepada perusahaan dimana mereka bekerja. Jika mereka tidak mampu mengaplikasikannya, mereka akan menjadi tidak puas dan pada akhirnya akan mempengaruhi lama bekerja (length of employment), hal ini bisa dikaitkan dengan loyalitas karyawan. Jika karyawan dihargai secara adil sesuai dengan prestasi kerjanya maka mereka akan merasa nyaman dalam bekerja dan tidak memiliki tendensi untuk berpindah pekerjaan di tempat lain (Siehoyono, 2004).
Menurut Miller (1991), kepuasan karyawan adalah suatu ukuran kepuasan dari tiap personel dengan peran yang berbeda dalam organisasi dan meliputi keterlibatan perusahaan (company involvement), keuangan dan status kerja (financial dan job status), dan kepuasan kerja intrinsik (intrinsic job satisfaction).
Hubungannya dapat dilihat dari beberapa pengaruh, diantaranya:
Pengaruh Antara Kerja Sama (teamwork) Dengan Kepuasan Karyawan. Greenberd dan Baron (2003) menyatakan bahwa team adalah suatu kelompok yang anggotanya memiliki keahlian yang saling melengkapi dan masing-masing berkomitmen kepada tujuan yang sama (Siehoyono, 2004). Kerja sama yang saling menguntungkan dan mendukung dalam suatu organisasi, akan menimbulkan kepuasan tersendiri pada anggota kelompok itu sendiri. Dari studi yang dilakukan oleh Loveman (1998) terhadap bank retail disimpulkan bahwa kerja sama adalah salah satu faktor yang memberi kontribusi atas kepuasan karyawan selain kualitas perusahaan, penghargaan 1)      dan fokus konsumen. Kesimpulan ini juga didukung pernyataan dari Heinhuis et al.,(1998).
2)      Pengaruh Antara Kesesuaian Terhadap Pekerjaan (employee job fit) Dengan Kepuasan Karyawan. Advantage Hiring, Inc mendefinisikan kesesuaian kerja sebagai karakteristik dari lingkungan kerja (Mozkowitz, Get “FIT” to reduce turnover, n.d.). Menurut O’Reilly, Chatman, & Caldwell (1991), tujuan perusahaan yang menyatu kepada tujuan karyawan secara perorangan akan menjadikan karyawan merasa sayang untuk pergi (Mozkowitz, Get “FIT” to reduce turnover, n.d.).
3)      Pengaruh Antara Kesesuaian Terhadap Teknologi (technology job fit) Dengan Kepuasan Karyawan. Kesesuaian terhadap teknologi berkaitan dengan ketepatan terhadap alat atau teknologi yang digunakan dalam bekerja. Penelitian menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat antara technology job fit dengan employee satisfaction (Corbet et al., 1989).
4)      Pengaruh Antara Kemampuan Kontrol Diri (perceived control) Dengan Kepuasan Karyawan → Kemampuan kontrol diri mewakili hubungan antara reaksi individu terhadap tekanan dan kemampuan untuk mengendalikan situasi tersebut (Zeithaml et al., 1991). Menurut Averill (1973, dikutip dari Zeithaml et al., 1991) ada 3 bentuk kontrol yaitu: (1) kontrol perilaku yaitu kemampuan untuk memberi respon yang mempengaruhi situasi yang mengancam; (2) kontol kognitif yaitu kemampuan untuk mengurangi tekanan sesuai informasi yang diproses, dan (3) kontrol keputusan melibatkan seleksi atau pemilihan tujuan. Semakin tinggi kemampuan kontrol diri, maka akan semakin besar komitmen pada perusahaan.
5)      Pengaruh Antara Sistem Pengontrolan Pengawasan (supervisory control system) Dengan Kepuasan Karyawan. Definisi sistem pengontrolan pengawasan adalah untuk menentukan aktivitas mengawasi karyawan, selain itu juga mencakup dukungan sosial (Zeithaml et al.,1991). Dalam kondisi yang sederhana, sistem pengontrolan pengawasan merujuk pada tingkat dimana perilaku karyawan di evaluasi lebih dibandingkan kuantitas output. Menurut Butler (1999), pengawasan mempunyai peran penting dalm mengkoordinasikan kerja sama diantara karyawan (kesatuan grup dapat didukung dengan efisiensi oleh para manajer). Semakin baik system pengontrolan pengawasan, maka akan semakin tinggi kerjasama dan kepercayaan karyawan terhadap manajer (Siehoyono, 2004).
Pengaruh Antara Konflik Peran (role conflict) Dengan Kepuasan Karyawan. Ketika individu dihadapkan pada peran yang menyimpang dari harapan, hasilnya adalah 1)      konflik peran (Robbins, 1996). Konflik peran adalah suatu situasi yang terjadi jika sesorang diharapkan untuk memerankan dua peran yang bertentangan. Perubahan yang sering terjadi terhadap lokasi kerja, jumlah staff pendukung dan tanggungjawab pengawasan diidentifikasikan oleh Kahn et al., (1964) sebegai penyebab adanya konflik yang salah satunya adalah konflik peran (role conflict). Konflik yang tidak kunjung terselesaikan akan mempengaruhi performa kerja (Bernard & White, 1986), dan konsekuensinya adalah penurunan kepuasan kerja (Kahn et al., 1964). sebegai penyebab adanya konflik yang salah satunya adalah konflik peran (role conflict).
Pengaruh Antara Ambiguitas Peran (role ambiguity) Dengan Kepuasan Karyawan.
Ambiguitas peran dalam perspektif karyawan oleh Mills dan Margulies mengacu secara khusus kepada situasi yang tidak jelas mengenai bagaimana menjalankan peran dalam organisasi. Ambiguitas peran dihasilkan dari ketidakpastian seseorang tentang harapan mereka dari pekerjaan yang diberikan (Werther dan Davis, 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Kahn et al., (1964), menyatakan bahwa peran dalam organsasi yang perkembangannya terus berubah akan menimbulkan ketidakjelasan peran karena ekspektasi yang ada juga sering berubah.